Home » » Feel On Fire dan Vaksin Polio

Feel On Fire dan Vaksin Polio

Written By Unknown on Jumat, 16 November 2012 | 19.08

 
duhhhh ponakan... :)

Feel on fire dan Vaksin polio

(08.45 am, 11/11/12) Karena lagi uring-uringan tingkat akut, maka saya memutuskan untuk segera sholat Duha dan ingin membaca hal-hal yang bisa bikin adem. Pada kenyataannya saya juga sudah beli teh

kemasan yang dingin untuk bikin adem, tapi si teh cuma numpang lewat dan menguap begitu saja di tenggorokan yang lagi on fire.

Kubuka netbook, saya mau ngenet… Pasang modem, connecting, loading, waiting, leleting*, boring …. Ingin finishing, tapi terlalu fasting. Akhirnya kubuka folder My Document, ada beberapa halaman web yang kusimpan, kubuka salah satu yang judulnya menarik tapi aku sudah lupa isinya. Judulnya “Biofarma Hanya Vaksin Polio yang Bersinggungan dengan Bahan Babi.htm”. Terbukalah ia, saya baca dengan hati penasaran. Ok, I see. Isinya sama seperti materi kuliah yang pernah disampaikan dosenku di mata kuliah Bioteknologi, tentang penggunaan enzim untuk menghasilkan suatu zat yang dibutuhkan dalam jumlah banyak.

Dari teori yang saya terima, enzim memang tidak berikatan sampai akhir pada produk akhir. Enzim hanya membantu mereaksikan agar prosesnya cepat. Jadi, dalam proses pembuatan vaksin polio memang digunakan enzim tripsin dari babi (kenapa pake’ babi saya juga nggak tau..) yang kemudian pada produk akhirnya si enzim akan dihilangkan. Maka bebaslah vaksin dari kandungan enzim babi, yang menjadi salah satu alasan MUI memberikan fatwa halal pada vaksin ini dan beberapa vaksin lainnya. Masalah seseorang mau atau tidak memberikan vaksin kepada anaknya itu kembali ke masing-masing orang tua.
 
Kalau saya ditanya mau atau tidak memberikannya buat anak saya, saya akan berikan. Alasan pertama karena mengetahui teori pembuatan vaksin tersebut, kedua karena MUI sebagai wakil pemerintah dan bukankah kita wajib menaati pemerintah kecuali jika mereka zholim?, ketiga karena saya belum bisa menemukan pengganti yang kekuatannya sama seperti vaksin. 

Tetapi mungkin ada yang akan bilang, “Ah bapak ibuku dulu nggak divaksin toh nggak apa-apa sampai sekarang!”. Yah, that right! Andai saya bisa memastikan 100% anak saya tidak akan apa-apa pasti saya tidak akan memberikannya vaksin. Bukan tidak mungkin orang zaman dulu fisiknya memang lebih kebal terhadap serangan mikroba karena apa yang mereka makan masih banyak yang bebas pestisida, lauk pauk segar bebas formalin, tanah subur bebas penyubur kimia anorganik, sayur dan buah ranum ala pupuk kandang, perlindungan ozon yang baik, mikroba yang masih bersahabat dan gaya hidup yang aktif bergerak. Sekarang? You know it so well…
 
Omong-omong, gimana kalau kita tinggal di hutan aja yang bebas zat anorganik berbahaya?

Ps:
Sampai tulisan ini selesai ditulis modemnya masih leleting, makin on fire… apa saya ceraikan saja provider ini? Rasanya udah nggak sanggup setia mencintainya 10 atau 50 tahun lagi… Seperti bang Rapi dan dan mbak Yuli.
* Berasal dari kata “lelet” yang ditambah “ing”, berarti “sedang lelet”


Oleh seorang sahabat, Siti Syahrana Biologi'06 FMIPA Unmul






Share this article :
 
Support : Dhompet Dhuafa | ETOS SAMARINDA | Hickmat Creative
Copyright © 2014. ETOS SAMARINDA - All Rights Reserved
Site Created by Hickmat Published by ETOSER SAMARINDA
Proudly powered by Blogger