Seluruh sendiku rasanya tak mampu lagi menggendong 55 kg berat badanku
ini. Mata yang ingin berselimut kelopaknya karena sudah lelah menunjukkan jalan
dalam perjalananku kali ini. Hmm... tak mungkin, ya tak mungkin ku biarkan mata ku terlelap sebelum
aku sampai di
ranjang tidurku. “Kurang beberapa kilo lagi pasti bisa!” Hati menyemangatiku ketika tangan ini masih mampu
menahan laju gas motor merah tanpa gigi. Dengan membonceng Rafi, anak ke 4 dari 9 bersaudara
keluarga Etos
Samarinda
2012.
“Tin tin tin...” Motor Mio putih mendahului dari
sisi kananku, “Jangan laju laju yang belakang ketinggalan jauh,” sergah pengendaranya. “Lho ya kah... hehehe ok,” jawabku seperti tanpa dosa pada Fauziah. Anak ke 5 dari 9 bersaudara keluarga Etos Samarinda angkatan 2012 itulah dia Fauziah. Dia yang saat ke Tenggarong
itu dengan motor yang tanpa rem katanya.
Ternyata tak hanya mata, sendi tapi juga perut ku yang sudah minta
makan malam. Dan tak disangka akhwatnya minta ke warung terdekat untuk makan bersama. Kantongku
yang banyak ruang kosong samping kanan kiri dan belakang tak bisa menjawab tawaran akhwat, ya
maklum masih tanggal
tuanya Etos. Masih tanggal 1 Januari. Belum tanggal 10 Januari. Akhirnya ketahuan ikhwan lagi
kena kangker (kantong kering). Dan akhwatpun yang hari ni menjadi malaikat penolong perutku dan perut teman-teman yang lain. Hehe. Warung Jogja Jl. Pperjuangan 1 terpilih jadi tempat istirahat kami dan makan malam bersama. Ditemani segelas es teh sambil saling
cerita agenda kami seharian itu,
rihlah angkatan 2012 Etoser
Samarinda.
Sambil menunggu makan malam yang masih dibuatkan pak leknya. Memori demi memori terputar ulang dari masing
masing kepala kami. Teringat ketika kami harus berangkat pagi, jam 6 sudah harus di asrama Marwa, asrama 2 Puteri Etoser Samarinda di Jl.
Pramuka 17, sesuai apa yang sudah kami sepakati dalam syuro persiapan sebelumnya. Dan akhirnya pagi itu aku terbangun sebelum Subuh. Eee.. ternyata ada yang masih
tidur, “Jul jul
jul... bangun yuk mandi dulu hari ini kita berangkat ke Tenggarong, yok cepet bangun,” aku
membangunkan Ajijul, teman sekamarku. ”Hoaamm.. apa seh Mas,” sahut Ajijul
yang masih setengah sadar dengan
logat khas Pontianaknya. Ajijul anak ke 2 dari 9
bersaudara dari keluarga Etos Samarinda Angkatan 2012. Bergegas
ku langsung mandi, berangkat sholat Subuh di mesjid dan kembali mengikuti pembinaan pagi di asrama
kami. Asrama 2 Etoser Putera Samarinda.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Assalamu’alaikum.... ku ucapkan salam di Asrama Marwa. Tepat pukul 6.30 wita.
Lewat setengah jam dari jadwal yang disepakati. Target on time negarawan muda gagal. Hiks.. Tak heran kalau akhwatnya ngedumel karena ikhwannya
telat. Tapi di balik ngedumelnya
mereka tersimpan kebaikan yang tak bisa tersembunyikan. Buktinya, mereka masih
menyiapkan sarapan untuk kami semua sebelum berangkat. Alhamdulillah. Setelah sarapan, kami pun berangkat menuju tenggarong tepat pukul 6.45 wita.
Setelah berkilo-kilo meter kami dalam perjalanan kami melewati jalan darat. Ternyata kami harus menyeberangi sungai Mahakam. hohoho. Sungai yang besar di Kalimanntan. Penyeberangan menggunakan perahu. Layanan jasa
penyeberangan murah yang disediakan oleh warga. Per motor dikenakan biaya Rp 3000 . (Alhamdulillah ada uang
pembinaan yang membantu kantong kami).
Ini adalah tarif termurah. Makin ke ujung jauh, tarif penyeberangan semakin
murah. Jadi bisa ditebak, kami berada di daerah penyeberangan yang terletak di
ujung. Hehe.
Tak lama di atas perahu penyebarangan, akhirnya kami kembali sampai di darat. Hmm... belum sampai tujuan ternyata masih
jauh lagi. Sekitar 20 km lagi jalan yang harus di tempuh untuk ke rumah Rafii di desa Sebulu. Dan
akhirnya pukul 9.15 wira kami sampai di rumah Rafii.
Senyum ramah menyambut kedatangan kami dari bapak dan ibu Rafii. “Mari masuk, hati-hati kepalanya ya
tersangkut,”
candaan dari bapak Rafi mengantarkan kami ke dalam rumahnya.
Makan bersama jamuan dari
keluarga Rafii menyambut kedatangan
kami. Hohoho. Jamuan makan ini nampaknya memang sudah
diharapkan teman teman. Karena sudah pada kelaparan. Dengan lahapnya kami
santap jamuannya. Sehabis makan kami mengobrol ngobrol bersama dengan keluarga Rafii.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
“Eee…bagusan pas kita bertamu
ke rumah omnya Rafii
yang pernah jadi guru di Kampung Inggris Pare itu loh,” salah satu ahkwat mengkudeta ceritaku. Sambil makan ayam kremes
yang sudah diantarkan pakleknya, kami
mendengarkan penuturan kisah seru darinya. Ya \, memang seru juga ketika
itu kami berkunjung ke rumah paman
Rafii yang dimaksud itu. Bermula dari foto yang bertuliskan BEC di dinding ruang tamu rumahnya. “Lho bapak
pernak ke BEC
ya??” tanyaku penasaran. Dan akhirnya beliau cerita masa lalunya yang pernah jadi pengajar di BEC Pare Kediri selama 5
tahun. Beliau saat ini mencoba
mengajar bahasa Inggris di tempat tinggalnya ini. Tapi
sayang sekali beliau di sini kurang dapat di terima konsep pengajarannya. Padahal konsep yang dipakai itu yang sudah
banyak mencetak alumni hebat dari kampong Inggris loh. Pikirku
bagus sekali jika Etos Samarinda
ada program belajar bahasa Inggris
dengan pengajar alumni dari BEC langsung. Hehehe *senyum*
Suap demi suap perutku
terisi dengan makan malam gratis
(ditraktir) di Warung Jogja ini. Ya maklum sangking kecapeannya. Sampai sampai saat sesi kunjungan di Musium
Planetarium Tenggarong sore harinya, ada di antara kami yang
tertidur. Hehehe.. mungkin capek menunggu tiket sampei jam 4
sore. Tiket masuk Planetarium
Tenggarong harganya Rp 7.500 per orang. Isi Planetarium Tenggarong menurut saya bagus
sekali. Informasi dari pemandunya
bahwa musium Planetarium Tenggarong itu
adalah yang ke 3 se-Indonesia. Menonton suguhan film 3 dimensi tanpa pakai kaca mata di Planetarium Tenggarong adalah pengalaman unik tersendiri bagi saya. Pertama, memberikan gambaran luar angkasa mulai dari planet-planet dan matahari. Lau film yang ke 2 menceritakan kehidupan di bawah laut. Saya acungi jempol tuk Planetarium Tenggarong deh. *Tepuk tangan*
“Tapi gak kalah seru lho kunjungan
kita yang di Planet Mulawarman,” kataku pada teman teman. Sambil cuci tangan karena makanannya sudah
habis. “Itu Musium Mulawarman.
Bukan planet,” protes temanku. “Oia, itu maksud saya,” sambungku. Di musium Mulawarman terdapat banyak peninggalan kerajaan dari
masa lampau, Kerajaan Kutai Kartanegara, kerajaan tertua di Indonesia. Tiket masuk cukup murah
per orang dikenakan biaya Rp 4.000 . Bermodal tiket
tersebut kita sudah bisa melihat peninggalan-peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara. Banyak
peninggalan di dalamnya. Ada baju-baju masa dahulu, ranjang tidur, tempat duduk, senjata-senjata dan banyak lagi
peninggalan di musium tersebut.
Berbagi cerita rihlah seharian itu sungguh
seru. Sangking serunya berbagi cerita kami tak sadar makanan kami sudah
habis. Segelas es teh yang menemani sedari awal sudah
kosong tinggal esnya saja. Kami pun memutuskan menyelesaikan obrolan
pada malam itu. Dan tak sabar kami ingin beristiharat dan
melepas lelah. Kami pun pulang bersama dan next time berharap bisa menjalani petualangan
yang lebih seru lagi bersama-sama.
by Achmad
Rifaldi Hidayatullah. Etoser Samarinda Angkatan 2012. Mahasiswa Jurusan Biologi,
Fakultas MIPA, Unmul.